Dua Bulan Karantina
Sudah dua bulan sejak mulai karantina pertengahan Maret lalu. Sudah mulai terbiasa dengan rutinitas selama karantina.
Frekuensi saya keluar rumah makin berkurang. Kalau bulan pertama, seminggu sekali, di bulan ini hanya dua minggu sekali. Bulan puasa juga sih, saya off jalan kaki keliling sekitar rumah dulu. Pilih indoor exercise (yang mana juga jarang dilakukan, banyakan tidur bahahahah).
Ramadan tahun ini rasanya saya kok sering sekali mengantuk. Apakah karena WFH dan kasur hanya dua langkah dari meja kerja? Kalau di tahun-tahun sebelumnya saya jarang mengantuk setelah Subuh, kali ini beneran setiap hari saya selalu mengantuk dan habis Subuh memilih tidur lagi daripada tadarus (prek banget). Tarawih di rumah saja sih sudah sering (sejak pindah Jakarta, saya lebih sering tarawih sendiri karena masjid sekitar tempat tinggal pasti tarawihnya yang 23 rakaat terus hahahah).
Yang ngeselin; kenapa pas masa PSBB ini jalanan jadi ramai sekali ya???? Tiga kali keluar rumah, tiga kali juga saya ingin cepat-cepat kembali pulang ke rumah. Pernah malah cuma setengah jam (dengan perjalanan), dan saya harus berbelanja ke tempat yang lebih jauh karena supermarket di dekat gang masuk komplek ramai ga karuan, parkirannya full. Ini baru supermarket di deket rumah gua, gaes. Di seberang jalan nampak penjual takjil dan kerumunan. Bagemana dengan Hypermart/Giant/LotteMart/Carefour di mal? Hari Minggu lalu saya ke Pejaten Village. Hypermart-nya ramai sekali. Tidak ada pembatasan jumlah pengunjung. Antrian memang dibuat berjarak, tapi pengunjungnya ga menjaga jarak. Lagi asik liat-liat snack micin, tau-tau ada tangan di depan muka kan malesin ya.
WHY PEOPLE WHY
Dua minggu terakhir frustrasi lihat berita. Mulai dari pengunjung IKEA Alam Sutera yang membludak (diakui juga oleh seorang teman yang pernah pergi ke sana), seremonial penutupan McD Sarinah, Terminal 2 Soetta yang penuh orang mau mudik berkedok perjalanan bisnis, sampai ke Tanah Abang/Pasar-pasar lain yang foto-foto keramaian dan kerumunannya beredar di internet. Belum lagi kemarin saya lihat jalanan sekitar Kuningan Barat, Kokas, GI, dan daerah pusat kota yang sebelumnya terlihat lengang dan sepi, menjadi ramai lagi.
INI ORANG-ORANG PADA NGAPAIN SIH
Untungnya saya udah bersiasat duluan dua minggu belakangan dengan banyak berbelanja online. Beli sayur dan buah? Online. Beli lauk untuk sahur? Online. Beli baju? Online, malah sekarang saya lagi hobi ngeliatin awul-awul alias thrifting di Instagram. Jajan? Online. Beli perlengkapan rumah (kemarin beli karpet, hadiah ulang tahun ceritanya)? Online. Beli skincare/toiletries/supplies? Sudah lama online. Beli screen guard hape dan macbook? Online. Pokoknya semua serba online. Transaksi via Whatsapp, M-banking, dan E-commerce. Semua kulakukan demi menggenjot perekonomian dan tetap staysafe #dirumahaja.
Lalu orang-orang yang keluyuran ini sebetulnya mau membuktikan apa sih? Bahwa dia kebal virus? Selain keluyuran, ada lagi yang keluar rumah ga mematuhi protokol kesehatan paling utama; pakai masker. Pake ada influencer sok nyablak bangga pula. Permisi, apakah otak anda sudah dijual ke warung makan Padang?
Iya, Lebaran sebentar lagi. Iya, butuh baju baru buat Lebaran karena yang lama udah kesempitan. Iya, butuh cari uang lagi. Tapipakbu, kesehatan kan hal paling utama. Apa tidak kasihan sama tenaga kesehatan yang ga berhenti bekerja siang malam ngurusin pasien covid yang ga habis-habis? Mereka ga bertemu keluarga, ga pulang karena khawatir akan menularkan keluarga di rumah, kurang tidur, sahur seadanya, dan buka puasa terlambat. Himbauannya kan boleh keluar rumah hanya untuk hal-hal esensial; apakah beli baju lebaran esensial? Yah begitulah kalau hanya berupa himbauan. Ga tegas.
Lebaran ini saya ga mudik (first time!) tapi tetap ambil cuti karena bekerja dari rumah tidak kenal boundary (meskipun bisa curi-curi tidur siang). Orang-orang bertanya: mau ke mana emang ambil cuti? Ya ga ke mana-mana. Apa ga sayang cutinya? Saya lebih sayang diri saya sendiri sih. Cuti bisa dibicarakan dan diatur dengan atasan, kesehatan mental saya ya cuma saya yang bisa atur. Banyak juga yang komentar: sepi dong lebaran ga mudik ga ketemu keluarga. Ga juga sih, toh housemate (boleh kan saya bilang housemate???) juga ga pada mudik, jadi ada temennya. Belum lagi masih ada Riris yang akan menghabiskan Lebaran di sini juga. It’s like a second family, so yeah. Sedih juga sih ga ada keriaan packing dan persiapan sebelum jalan mudik, ngabuburit belanja baju dan oleh-oleh buat orang rumah but eh I’ll be alright.
Tadinya saya excited mau coba bikin opor ayam dan sambal goreng kentang sendiri; nantang diri sendiri ceritanya. Lah kok kenapa ribet amat ya kudu belanja-belanja, belum kalo salah takaran bumbu, apalah apalah. Who am I kidding. Ngapain repot-repot masak kalau masih bisa beli. Semalam sama anak-anak kos (lho bukan housemate???) udah ngelist makanan apa aja yang mau disiapkan, siapa ngurusin apa. Persoalan berikutnya adalah: eh kita ini punya wadah nyimpennya ga? Kulkasnya muat ga? Ini gimana ngabisinnya?
Kerjaan suprisingly smooth-smooth aja sepanjang bulan puasa ini. THR doang yang delay datangnya, belanjaan syopi ane keburu kaga bisa di-checkout karena toko-tokonya keburu tutup. Alhamdulillah masih dapat THR full dan tidak ada pemotongan gaji, bersyukur gitu lhooo, ti. Tidak ada buka bersama orang-orang kantor uhuhuhu. Inget buka bersama tahun lalu lumayan meriah karena pake acara masbos nyanyi hahahahah.
Selain itu, saya menggiatkan lagi untuk membaca buku elektronik (ceritanya kan saya sudah convert ke ebook, akan nulis post terpisah tentang ini), menulis di blog, kelas Coursera (meskipun cuma kelas Science Writing), ikutan webinar dari RICS (temanya yang receh-receh aja semacam bagaimana situasi construction market di Eropa dan Asia di masa depan setelah pandemi ini, misalnya), dan menyelesaikan tontonan serial-serial di kanal streaming yang sudah saya mulai.
Si Kobo akhirnya bisa aktif lagi. Lumayan deh dua bulan karantina bisa kelar tiga buku; I’m currently on my 4th e-book. Hari-hari biasa mah boro-boro, setahun bisa kelar satu buku aja udah bagus. Well, reading is the only thing that actually makes me happy so yeah.
Menurut Pak Gub DKI, PSBB diperpanjang sampai tanggal 4 Juni dan harapan dia adalah ini PSBB penghabisan. Jujur saya tu masih ragu dan anxious menghadapi relaksasi dan pelonggaran PSBB ini. Liat pemerintahnya ledha ledhe, masyarakatnya ngawur, bisa jadi saya akan terus bekerja dari rumah sampai saya bisa divaksin. Saya bisa divaksin sudah pasti masih akan lama sekali, bisa jadi sampai tahun depan karena lau tau sendiri lah kalau vaksin masuk Indonesia, siapa yang didahulukan untuk divaksin; yak betul, bapak dan ibu dewan, pejabat pemerintahan yang terhormat.
“New normal” adalah istilah yang belakangan muncul. I’m okay having new normal if the government have clear and transparent plan how to manage this new normal. Disuruh berdamai dengan semua ketidakjelasan pemerintah, no can do, baby. Ga bisa saya berdamai sama masyarakat yang ndableg kayak sekarang. Apalagi itu lah, herd immunity. Non sense. Bahkan mengorbankan diri saya sendiri saja untuk herd immunity itu tidak bikin tenaga kesehatan aman dari terpapar virus tho. I still can’t afford getting infected, even getting sick if I expose myself to the crowd. I’ve been thinking of some plans but let’s sort it out one at a time.
Second wave juga banyak diomongin masyarakat dunia. Indonesia sebagai negara terbelakang ga usah mikir jauh-jauh dulu dah. Dude, we even haven’t reached the peak of the first wave. Second wave di Wuhan dan Korea Selatan itu mengerikan. Wuhan sampai harus mengetes seluruh penduduknya (11 juta? Sama dengan jumlah penduduk DKI kan). Di Korea Selatan, cuma gara-gara 1 orang keluyuran, ratusan orang harus dites, ribuan orang harus ditrace.
Lah Indonesia? Tes ambyar, tracing blas ga ada, jalan satu-satunya ya tinggal isolate. Paling benar memang ya #dirumahaja. Stay safe, everyone. Hope we can someday meet and have a long chat about how we survive this.
Akhirul kalam, silakan menikmati video berikut dari adik 1D kesayangan saya selain Niall, yaitu Harry Styles.
2 Comments
aku yang baca berita Indonesia gemes sendiri. kalo ngga ingat keluarga di Indonesia mah udah peduli setan.. apalagi ngerasain sendiri gimana bedanya penanganan yang bener, sama yang cuma bisa nyerah sebelum berperang, eeh.. ngelawan dengan nyanyi bareng.. makin kesal..
jaga diri sendiri dan orang-orang terdekat saja lah. ngga usah ngarepin pemerentah, eh penghimbau.. yang penting cari aman saja…
emosih akuuhhh hadehhhh